Menurut
Lamb, Hair dan Mc.Daniel menyatakan bahwa perilaku konsumen adalah proses
seorang pelanggan dalam membuat keputusan untuk membeli, menggunakan serta
mengkonsumsi barang-barang dan jasa yang dibeli, juga termasuk faktor-faktor
yang mempengaruhi keputusan pembelian dan penggunaan produk.(Rangkuti,2002:91)
Terdapat
beberapa hal yang mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu :
-
Konsumen
adalah raja. Ia memiliki kemampuan penuh untuk menyaring semua upaya untuk
mempengaruhi, dengan hasil bahwa semua yang dilakukan oleh perusahaan harus
disesuaikan dengan motivasi dan perilaku konsumen.
-
Motivasi dan
perilaku konsumen dapat dipahami melalui penelitian. Hal-hal yang berkaitan dengan
motivasi dan perilaku dapat diketahui melalui penelitian, sehingga penelitian
ini dipakai sebagai acuan dalam membuat program pemasaran, perencanaan
periklanan, perencanaan promosi sehingga hal-hal yang terjadi pada masa yang
akan datang dapat diprediksi.
Konsumen adalah setiap orang pemakai
barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan. Jika tujuan pembelian produk tersebut untuk dijual kembali,
maka dia disebut pengecer atau distributor.
Ø Pengaruh
Budaya Terhadap Perilaku Konsumen
Budaya
mengacu pada seperangkat nilai, gagasan, artefak dan simbol yang mempunyai
makna, yang membantu individu berkomunikasi, memberikan tafsiran serta
melakukan evaluasi. Budaya tidak hanya bersifat naluriah saja, namun budaya
memberikan dampak pada perilaku yang dapat diterima didalam masyarakat.
Beberapa sikap dan perilaku yang dipengaruhi budaya, meliputi : (James
Engel,2002 :70).
a. Rasa
dan ruang
b. Komunikasi
dan bahasa
c. Pakaian,
penampilan
d. Makanan
dan kebiasaan makan
e. Waktu
f. Hubungan
(keluarga, organisasi, pemerintah, dsbnya)
g. Nilai
dan norma
h. Kepercayaan
dan sikap
i. Proses
mental dan pembelajaran
j. Kebiasaan
kerja
Budaya
meliputi 2 (dua) hal penting, yaitu :
·
Makro budaya
Merupakan
seperangkat nilai dan simbol yang berlaku pada keseluruhan masyarakat.
Masyarakat mengacu pada sistem sosial yang lebih besar dan bersifat kompleks,
namun terorganisasi denganbaik
·
Mikro Budaya
Mengacu pada
seperangkat nilai dan simbol dari kelompok yang lebih terbatas, misalnya
kelompok agama, etnis atau sub bagian dari keseluruhan. Pada umumnya mikro
budaya seringkali disebut sebagai sub budaya, namun agar tidak terjadi
inferioritas, maka digunakan istilah sub budaya.
Budaya mencakup
elemen abstrak dan materil, elemen abstrak mencakup nilai, sikap, gagasan, tipe
kepribadian, gagasan, serta agama. Sedangkan, komponen materiil mencakup benda
benda seperti buku, komputer, peralatan, gedung, dsbnya.
Konsumen
mendapatkan nilai nilai budaya karena budaya merupakan sesuatu yang bisa
dipelajari, saat manusia lahir ia belajar tentang norma yang berada
dilingkungannya, yang dilakukan dengan cara peniruan (imitation) atau dengan
mengamati proses yang terjadi didalam masyarakat. Pada saat akan membuat
perencanaan iklan perlu diketahui pula nilai nilai budaya yang dianut oleh
konsumen, misalnya tentang cara berpakaian, selera makanan, cara mereka
menghabiskan waktu luang, dsbnya.
Budaya
selalu ditanamkan dari satu generasi ke generasi berikutnya, terutama dilakukan
melalui lembaga seperti keluarga, pendidikan,agama, dan sekolah. Sehingga,
nilai-nilai budaya yang ditanamkan sejak kecil melalui keluarga, akan tertanam
dalam individu sejak kecil hingga dewasa, meskipun nilai nilai budaya juga bisa
ditanamkan melalui pendidikan, dimana pendidikan sebagai proses belajar dan
transfer ilmu juga dipakai untuk mengenalkan budaya kepada individu. Individu
mengenal budaya dari sejak sekolah dasar, dan diajarkan untuk mencintai budaya
yang ada, sehingga peran budaya ini akan terbawa dalam sikap dan perilaku
konsumen.
Budaya
senantiasa berkemband dan budaya menjadi sebuah entitas (entity), dimana budaya
merupakan entitas yang melayani manusia dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan
biologis dan sosial dasar dari masyarakat.
Perilaku konsumen merupakan ilmu yang relative
baru dibandingkan ilmu yang lain. Ilmu ini berkembang ketika konsep pemasaran
banyak diterapkan di perusahaan-perusahaan. Kompleksnya perilaku konsumen dan perlunya
memahami konsumen mendorong ilmu ini dalam berkembangnya memerlukan ilmu-ilmu
lain yang terkait yang memungkinkannya mampu menjelaskan perilaku konsumen
dengan lebih baik.
Ilmu lain
yang telah memberikan sumbangan pemikiran bagi studi perilaku konsumen antara
lain :
·
Sosiologi :
memberikan sumbangan dalam mempelajari kekuatan social yang mempengaruhi
konsumen, seperti konsep struktur social, keluarga, kelas social, etnis, gender
dan gaya hidup yang dapat mempengaruhi perilaku individu maupaun kelompok.
·
Antropologi
: Memahami fenomena konsumen ritual, mitos, symbol dan aspek budaya lainnya.
·
Ekonomi :
membantu dalam memberikan pemahaman tentang keterkaitan antara kebijakan harga
dengan respon perilaku konsumen serta adanya perbedaan perilaku konsumen.
·
Psikiologi :
memahami proses psikiologi yang sifatnya belajar, sikap dan dinamika kelompok
yang berpengaruh terhadap perilaku konsumen.
Menurut
Handi Irawan, perilaku konsumen Indonesia dikategorikan menjadi sepuluh, yaitu:
1.Berpikir jangka pendek (short term perspective), ternyata sebagian besar konsumen Indonesia hanya berpikir jangka pendek dan sulit untuk diajak berpikir jangka panjang, salah satu cirinya adalah dengan mencari yang serba instant.
2.Tidak terencana (dominated by unplanned behavior). Hal ini tercermin pada kebiasaan impulse buying, yaitu membeli produk yang kelihatannya menarik (tanpa perencanaan sebelumnya).
3.Suka berkumpul Masyarakat Indonesia mempunyai kebiasaan suka berkumpul (sosialisasi). Salah satu indikator terkini adalah situs social networking seperti Facebook dan Twitter sangat diminati dan digunakan secara luas di Indonesia.
4.Gagap teknologi (not adaptive to high technology). Sebagian besar konsumen Indonesia tidak begitu menguasai
teknologi tinggi. Hanya sebatas pengguna biasa dan hanya menggunakan fitur yang umum digunakan kebanyakan
pengguna lain.
5. Berorientasi pada konteks (context, not content oriented). Konsumen kita cenderung menilai dan memilih sesuatu
dari tampilan luarnya. Dengan begitu,konteks-konteks yang meliputi suatu hal justru lebih menarik ketimbang hal itu
sendiri.
6.Suka buatan Luar Negeri (receptive to COO effect). Sebagian konsumen Indonesia juga lebih menyukai produk luar
negeri daripada produk dalam negeri, karna bias dibilang kualitasnya juga lebih bagus dibanding produk di indonesia
7. Beragama (religious) Konsumen Indonesia sangat peduli terhadap isu agama. Inilah salah satu karakter khas konsumen Indonesia yang percaya pada ajaran agamanya. Konsumen akan lebih percaya jika perkataan itu dikemukakan oleh seorang tokoh agama, ulama atau pendeta. Konsumen juga suka dengan produk yang mengusung
simbol-simbol agama.
8. Gengsi (putting prestige as important motive). Konsumen Indonesia amat getol dengan gengsi. Banyak yang ingin cepat naik “status” walau belum waktunya. Saking pentingnya urusan gengsi ini, mobil-mobil mewah pun tetap laris terjual di negeri kita pada saat krisis ekonomi sekalipun.
Menurut
Handi Irawan D, ada tiga budaya yang menyebabkan
gengsi. Konsumen Indonesia suka bersosialisasi sehingga mendorong orang untuk pamer. Budaya feodal yang masih melekat sehingga menciptakan kelas-kelas sosial dan akhirnya terjadi “pemberontakan” untuk cepat naik kelas. Masyarakat kita mengukur kesuksesan dengn materi dan jabatan sehingga mendorong untuk saling pamer.
9. Budaya lokal (strong in subculture). Sekalipun konsumen Indonesia gengsi dan menyukai produk luar negeri, namun unsur fanatisme kedaerahan-nya ternyata cukup tinggi. Ini bukan berarti bertentangan dengan hukum perilaku yang lain.
10. Kurang peduli lingkungan (low consciousness towards environment). Salah satu karakter konsumen Indonesia yang unik adalah kekurangpedulian mereka terhadap isu lingkungan. Tetapi jika melihat prospek kedepan kepedulian konsumen terhadap lingkungan akan semakin meningkat, terutama mereka yang tinggal di perkotaan begitu pula dengan kalangan menengah atas relatif lebih mudah paham dengan isu lingkungan.
gengsi. Konsumen Indonesia suka bersosialisasi sehingga mendorong orang untuk pamer. Budaya feodal yang masih melekat sehingga menciptakan kelas-kelas sosial dan akhirnya terjadi “pemberontakan” untuk cepat naik kelas. Masyarakat kita mengukur kesuksesan dengn materi dan jabatan sehingga mendorong untuk saling pamer.
9. Budaya lokal (strong in subculture). Sekalipun konsumen Indonesia gengsi dan menyukai produk luar negeri, namun unsur fanatisme kedaerahan-nya ternyata cukup tinggi. Ini bukan berarti bertentangan dengan hukum perilaku yang lain.
10. Kurang peduli lingkungan (low consciousness towards environment). Salah satu karakter konsumen Indonesia yang unik adalah kekurangpedulian mereka terhadap isu lingkungan. Tetapi jika melihat prospek kedepan kepedulian konsumen terhadap lingkungan akan semakin meningkat, terutama mereka yang tinggal di perkotaan begitu pula dengan kalangan menengah atas relatif lebih mudah paham dengan isu lingkungan.
Kekuatan
utama yang dapat mempertajam penelitian tentang konsumen adalah selalu
berinovasi dan benrinovasi produk baru tetapi tidak mengurangi kualitas produk
itu sendiri bahkan seharunya lebih di tingkatkan lagi kualitas produk agar
konsumen semakin percaya terhadap apa yang sudah mereka gunakan.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar