Penalaran
deduktif yaitu prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum yang
kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan
atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali
daripembentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrument dan
operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu
harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya
dilakukan penelitian dilapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif
tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk mamahami suatu gejala.
Penalaran
deduktif adalah menarik kesimpulan khusus dari premis yang lebih umum. Jika
premis benar dan cara penarikan kesimpulannya sah, maka dapat dipastikan hasil
kesimpulannya benar. Penalaran deduktif erat dengan matematika khususnya
matematika logika, teori himpunan dan bilangan. Contoh penalaran deduktif
adalah :
-
Semua hewan
punya mata
-
Anjing
termasuk hewan
-
Anjing punya
mata
Penalaran
deduktif, yaitu adalah cara berpikir dengan berdasarkan suatu pernyataan dasar
untuk menarik kesimpulan .
Di dalam
penalaran deduktif terdapat entimen dan 3 macam Silogisme, yaitu Silogisme
Kategorial, Silogisme Hipotesis, Silogisme Alternatif.
1.
Silogisme Kategorial
Silogisme
Kategorial disusun berdasarkan klasifikasi premis dan kesimpulan yang
kategoris. Premis yang mengandung predikat dalam kesimpulan disebut premis
mayor.
Sedangkan
premis yang mengandung subjek dalam kesimpulan disebut premis minor.
Silogisme
kategorial terjadi dari tiga proposisi, yaitu :
Premis umum : Premis Mayor (My)
Premis
khusus : Premis Minor (Mn)
Premis
kesimpulan : Premis Kesimpulan (K)
Dalam
simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term mayor, dan
predikat simpulan disebut term minor.
Contoh :
My : Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA
Mn : Saya
adalah mahasiswa
K : Saya lulusan SLTA
2.
Silogisme Hipotesis
Silogisme yang
terdiri atas premis mayor yang berproposisi conditional hipotesis. Konditional
hipotesis yaitu, bila premis minornya membenarkan anteseden, simpulannya
membenarkan konsekuen. Bila minornya menolak anteseden, simpulannya juga
menolak konsekuen.
Contoh :
My : Jika tidak ada makanan, manusia akan
kelaparan.
Mn : Makanan
tidak ada.
K : Jadi, manusia akan kelaparan.
3.
Silogisme Alternatif
Silogisme
yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Proposisi alternatif
yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Simpulannya
akan menolak alternatif yang lain.
Contoh :
My : Kakak saya berada di Bandung atau Jakarta.
Mn : Kakak saya berada di Bandung.
K : Jadi, kakak saya tidak berada di
Jakarta.
Entimen
Silogisme
ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun
lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.
Contoh :
-
Dia menerima
hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.
-
Anda telah
memenangkan sayembara ini, karena itu anda berhak menerima hadiahnya.
Suatu penelitian pada hakekatnya dimulai dari hasrat keingintahuan
manusia, merupakan anugerah dari Allah SWT yang dinyatakan dalam bentuk
pertanyaan-pernyataan maupun permasalahan-permasalahan yang memerlukan jawaban
atau pemecahannya, sehingga akan diperoleh pengetahuan baru yang dianggap
benar. Pengetahuan baru yang benar tersebut merupakan pengetahuan yang dapat
diterima oleh akal sehat dan berdasarkan fakta empirik. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa pencarian pengetahuan yang benar harus berlangsung menurut
prosedur atau kaedah hukum, yaitu berdasarkan logika. Sedangkan aplikasi dari
logika dapat disebut dengan penalaran dan pengetahuan yang benar dapat disebut
dengan pengetahuan ilmiah.
Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua jenis penalaran.
Yaitu penalaran deduktif dan induktif. Penalaran deduktif merupakan prosedur
yang berpangkal pada suatu peristiwa umum yang kebenarannya telah diketahui
atau diyakini dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang
bersifat lebih khusus.
Metode ini
diawali dari pembentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrument dan
operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu
harus memiliki konsep dan selanjutnya dilakukan penelitian dilapangan. Dengan
demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata
kunci untuk memahami suatu gejala. Untuk turun ke lapangan dan melakukan
penelitian tidak harus memiliki konsep secara canggih tetapi cukup mengamati
lapangan dan dari pengamatan lapangan tersebut dapat ditarik generalisasi dari
suatu gejala. Dalam konteks ini, teori bukan merupakan kunci sukses untuk dapat
mendiskripsikan gejala dan melakukan generalisasi.
Dalam prakteknya, antara berangkat
dari teori atau berangkat dari fakta empirik merupakan lingkaran yang tidak
terpisahkan. Kalau kita berbicara teori sebenarnya kita sedang mengandaikan
fakta dan kalau berbicara fakta maka kita sedang mengandaikan teori (Heru
Nugroho; 2001 :69-70). Dengan demikian, untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah,
penalaran tersebut dapat digunakan dan dilaksanakan dalam suatu wujud
penelitian ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum
logika.
Sumber :